الدعوة السلفية : موقع أبو سلمي الأثري

Friday, September 30, 2005

WEBMASTER SALAFY.OR.ID DI PERSIMPANGAN HADDADIYAH (Pembelaan kedua terhadap Syaikh Ahmad Muhammad as-Surkati al-Anshori as-Salafy) Oleh : Abu Salma Muhammad al-Atsari
Haddadiyah, siapa yang tidak mengira akan kebangkitan manhaj rusak yang menyusup di tengah-tengah barisan kaum yang berintisab )berafiliasi) dengan salafiyun?! Haddadiyah, siapa yang tidak kenal akan sikap mudahnya di dalam mentabdi’ (menvonis bid’ah), mentajrih (mencela) dan menghajr (mengisolir) siapa saja yang jatuh ke dalam amalan bid’ah?!! Haddadiyah, Mereka mengklaim sebagai satu-satunya ahlul haq di muka bumi dan siapa saja yang menyelisihi mereka adalah sesat, bid’ah dan menyimpang. Ada apa dengan webmaster salafy.or.id??? Apa hubungannya dengan Haddadiyah?? Risalah singkat ini –insya Alloh- akan menguak kemiripan manhaj webmaster salafy.or.id ini dengan manhaj Haddadiy. Maka perhatikanlah!!! Perlu diingat, ana di sini tidak menuduh secara mu’ayan (spesifik terhadap individu tertentu) bahwa orang-orang di dalam webmaster salafy.or.id adalah Haddadiyun Mubtadi’un. Namun ana di sini hanya menunjukkan kemiripan manhaj mereka dengan manhaj rusak Haddadi ini, semoga mereka mau rujuk (kembali) ke jalan yang benar. Berbeda dengan mereka yang sangat mudah menta’yin (menuduh secara spesifik) bahwa fulan sururi, fulan hizbi atau fulan mubtadi’ dan semacamnya. Tidak cukup bagi mereka mengatakan, pada diri fulan ada afkar (pemikiran) hizbiyah, atau pada diri fulan ada aaro` (pemikiran) sururi dan semisalnya. Karena mereka jahil atau pura-pura jahil! Diantara bukti kebobrokan manhaj webmaster salafy.or.id adalah, di dalam “buku tamu”-nya mereka menuduh dengan ‘arogan’ dan ‘garang’nya Syaikh Ahmad Muhammad as-Surkati al-Anshori dengan tuduhan keji sembari mengatakan ‘si Mubtadi as-Surkati’… معاذ الله!!!
كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا "Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, mereka tidak mengatakan kecuali dusta" [QS Al-Kahfi 5].
Namun anehnya, mereka tidak menyinggung sedikitpun bayan dan hujjah akan vonis ‘keji’ mereka terhadap Syaikh as-Surkati. Oleh karena itu ana tantang kalian wahai webmaster salafy.or.id untuk memberikan bayan dan hujjah atas tabdi’ kalian terhadap Syaikh as-Surkati!!! Ana tantang kalian, siapakah ulama salafiyun saat ini yang mentabdi’ beliau?!! Dan atas dasar apa dan apa dalilnya?!! Ataukah kalian hanya mem’bebek’ terhadap ustadz-ustadz kalian, atau mem’bebek’ terhadap ucapan ‘Jamarto’ saddadahullahu, mantan panglima kalian?!!
هاتوا برهانكم إن كنتم صادقين!!!
Wahai Webmaster salafy.or.id, apakah kalian merasa lebih ‘alim dari syaikh Ali Hasan al-Halaby al-Atsari hafizhahullahu yang mengatakan tentang Syaikh Ahmad as-Surkati rahimahullahu tatkala ditanya oleh Ustadzuna Abdurrahman bin Abdil Karim at-Tamimi as-Salafy, beliau hafizhahullahu berkata : هو سلفي بل شيخ السلفي (Beliau adalah salafiy bahkan beliau adalah syaikhnya salafiy)!!! Ataupun Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab al-Aqil yang mengatakan bahwa as-Surkati adalah salafiy setelah beliau membaca tulisan-tulisan as-Surkati (lihat : www.geocities.com/abu_amman/Pembelaan.htm), Apakah kalian telah menjadi al-‘aliim yang bisa menfatwakan seseorang sebagai mubtadi’, kafir, ataupun fasiq?!! هيهات هيهات Wahai Webmaster salafy.or.id, apakah kalian telah faham kaidah Ahlus Sunnah atau Salafiyun di dalam masalah tabdi’?!! Sudahkah kalian baca kitab-kitab para ulama dan mendengarkan kaset-kaset mereka?!! Ataukah kalian hanya mem’bebek’ kepada manhaj Jamarto, atau Falih ghoyro Nafi’ ath-Thimaar, atau Abdul Lathif Basymil ataukah Fauzi al-Humaidi al-Bahraini?!! Perhatikanlah di bawah ini wahai tukang tabdi’!!! Berkata al-Imam al-Muhaddits al-Ashr asy-Syaikh Muhammad Nashirudin al-Albani rahimahullahu di dalam kaset Haqiiqotul Bid’ah wal Kufri (side A) sebagai berikut : “Terakhir, saya ingin mengingatkan kalian sebuah hakikat (realita) yang tidak ada perselisihan di dalamnya, dan saya tambahkan pula suatu (kaidah) yang banyak para pemuda kita tidak pernah berfikir tentangnya. Hakikat itu adalah sabda Nabi :من كفّرمسلما فقد كفر (Barangsiapa yang mengkafirkan seorang muslim maka ia telah kafir). Ini adalah suatu hakikat yang tidak diragukan lagi. Penjelasan tentang hadits ini didapatkan pada riwayat lainnya, yaitu jika ia mengkafirkan seorang seorang yang kafir maka ia telah benar, namun jika tidak maka vonis itu akan kembali kepadanya. Oleh karena itu, saya juga tambahkan dengan ucapan : Jika seorang yang menuduh seorang muslim sebagai mubtadi’, maka ia benar apabila kenyataannya demikian, namun apabila tidak maka ia sendirilah yang mubtadi’. Inilah hakikat yang telah kukemukakan barusan tadi, bahwa para pemuda kita menvonis ulama kita sebagai mubtadi’ sedangkan mereka sendirilah yang jatuh ke dalam kebid’ahan tanpa mereka sadari. Mereka sebenarnya tidaklah bermaksud melakukan kebid’ahan, bahkan mereka sebenarnya berkeinginan untuk memeranginya. Sungguh benar apa yang dikatakan oleh seorang penyair :
أوردها سعد و سعد مشتمل ما هكذا يا سعد تورد العبل Sa’ad ingin menggiring unta sedangkan dirinya berselimut Bukanlah demikian wahai sa’ad caranya menggiring unta
Oleh karena itu kami nasehatkan para pemuda ini untuk senantiasa beramal dengan al-Qur’an dan as-Sunnah sebatas dengan ilmu yang dimilikinya, dan janganlah mereka lancang menuduh orang lain yang ilmu, faham dan kesholihannya tidak mampu mereka tandingi…” Imam Albani rahimahullahu juga berkata di dalam kaset yang sama :
ليس كل من وقع في البدعة وقعت البدعة عليه وليس من وقع في الكفر وقع الكفرعليه
“Tidak setiap orang yang jatuh ke dalam kebid’ahan maka (dengan serta merta) kebid’ahan jatuh atasnya (menjadi mubtadi’) dan tidak setiap orang yang jatuh ke dalam kekufuran maka (dengan serta merta) kekufuran jatuh atasnya (menjadi kafir.” Subhanallah ini adalah kaidah yang sangat besar yang tidak difahami orang-orang pandir dan dungu semacam webmaster salafy.or.id. Perhatikan pula ucapan Ma’ali asy-Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Alu Syaikh hafizhahullahu di dalam kaset Nashiihatu lisy Syabaab berikut ini : من الذي يحكم بالبدعة : البدعة حكم شرعي, والحكم على من قامت به بأنه مبتدع هذا حكم شرعي غليظ, لأن الأحكام الشرعية تبع الأشخاص: الكافر, ويليه المبتدع, ويليه الفاسق. وكل واحدة من هذه إنما يكون الحكم بها لأهل العلم, لأنه لا تلازم بين الكفر والكافر, فليس كل من قام به كفر فهو كافر, ثنائية غير متلازمة, وليس كل من قامت به بدعة فهو مبتدع, وليس كل من فعل فسوقا فهو فاسق بنفس الامر “Siapakah (yang layak) dihukumi dengan bid’ah? Bid’ah itu merupakan hukum syar’i, dan menghukumi orang yang mengamalkan suatu bid’ah merupakan hukum syar’i yang sangat berat. Karena hukum syar’iyah yang ditujukan kepada seseorang (sebagai) kafir, mubtadi’ dan fasiq, maka salah satu dari setiap hukum ini adalah haknya ahli ilmu (ulama). Karena tidaklah mesti kekufuran itu menyebabkan pelakunya kafir, dan tidaklah setiap orang yang melakukan kekafiran maka ia (dengan serta merta) menjadi kafir. Suatu tsana’iyah (pasangan) itu tidaklah saling mengharuskan. Tidaklah setiap orang yang melakukan kebid’ahan maka ia menjadi mubtadi’ dan tidaklah pula setiap orang yang melakukan kefasikan ia dengan serta merta menjadi fasiq.” (Lihat : Masa`il fil Hajr wa ma yata’allaqu bihi, Majmu’atu min Ba’dhi Asyrithoti asy-Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Alu Syaikh, transkriptor : Salim al-Jaza’iri, www.sahab.org) Perhatikan pula ucapan beliau nafa’allahu bihi ketika menjelaskan hak seseorang yang boleh melakukan vonis bid’ah (tabdi’). Beliau hafizhahullahu berkata : فالحكم بالبدعة وبأنّ قائل هذا القول مبتدع و أنّ هذا القول بدعة ليس لآحد من عرف السنة, وإنما هو لأهل العلم, لأنه لا يحكم بذلك إلا بعد وجود الشرائط وانتفاء الموانع, وهذه المسألة راجعة إلى أهل الفتوى وأنّ اجتماع الشروط وانتفاء الموانع من صنعة المفتي. “Menghukumi suatu bid’ah dimana orang yang berkata dengan perkataan ini (divonis sebagai) mubtadi’ atau perkataan ini adalah bid’ah bukanlah hak setiap orang yang mengetahui sunnah, namun sesungguhnya hal ini merupakan hak ahli ilmu (ulama). Dikarenakan (seseorang) tidak dihukumi dengan bid’ah melainkan setelah terwujudnya syarat-syarat dan dihilangkannya penghalang-penghalang (jatuhnya vonis bid’ah). Dan masalah ini dikembalikan kepada ahli Fatwa (mufti) yang mana mewujudkan syarat-syarat dan menghilangkan penghalang adalah termasuk tugas seorang mufti.” (lihat : referensi sebelumnya) Oleh karena itu saya katakan, wahai webmaster salafy.or.id, kalian telah bertindak zhalim, yakni tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kalian telah menempatkan diri seolah-seolah sebagai seorang ulama ataupun mufti yang berhak menvonis bid’ah kepada siapa saja yang sesuai dengan hawa nafsu dan kejahilan kejahilan. Maka sungguh layak apabila karakter dan manhaj ini disebut dengan karakter Haddadiyah, karena manhaj kalian adalah satu dan karakter kalian adalah satu dengan haddadiyah!!! Sungguh benar seseorang yang mengatakan, bahwa kalian ini tatkala duduk di majelis ilmu ustadz-ustadz kalian, tatkala dibacakan ayat-ayat al-Qur’anul Karim dan hadits-hadits nabi, syaithan menjadikan kalian mengantuk dan kalian tertidur di dalam majelis ilmu tersebut sehingga tak ada satupun ayat-ayat dan hadits-hadits yang kalian fahami. Namun tatkala ustadz-ustadz kalian melontarkan tuduhan-tuduhan, tahdzir dan tajrih, maka dengan serta merta kalian terjaga, memasang kedua telinga kalian rapat-rapat dan mata kalian terfokus kepada perkataan ustadz-ustadz kalian, dan syaithan pun memperindah ucapan tersebut. Sehingga ilmu yang masuk di dada-dada kalian adalah tabdi’, tajrih, tafsiq, tahdzir dan tanfir. Wahai webmaster salafy.or.id, pernahkah kalian membaca risalah-risalah Syaikh Ahmad as-Surkati?!! Semisal ar-Rasa’il ats-Tsalatsah yang membahas tentang Sunnah dan Bid’ah, wajibnya sholat ied di lapangan dan permasalahan seputar penentuan ied. Atau al-Masa’il ats-Tsalatsah yang berisi masalah taqlid dan ijtihad, sunnah dan bid’ah dan ziarah kubur, tawassul dan syafa’at. Atau kumpulan fatwa-fatwa beliau di majalah adz-Dzakhiirah al-Islamiyyah?!! Pernahkah kalian menelaah sirah beliau seperti di dalam kitab Tarikh Harokatu al-Ishlah wal Irsyaad wa Syaikhul Irsyaadiyin Ahmad Muhammad as-Surkati fil Indunisiya yang ditahqiq oleh DR. Ahmad Ibrahim Abu Syauq?!! Atau kitab asy-Syaikh Abdul Aziz ar-Rasyid Siiratuhu wa Hayaatuhu yang ditulis oleh DR. Ya’qub Yusuf?!! Tahukah kalian hakikat dakwah beliau rahimahullahu?!! Yang dakwah beliau memerangi bid’ah, khurofat, takhayul dan syirik yang mayoritas dipegang oleh ummat Islam Indonesia dan dibawa oleh kalangan shufiyah Alu Ba’alawi dari Hadhramaut?!! Tahukah kalian bahwa Syaikh as-Surkati adalah da’i ishlah di Indonesia yang ditugasi oleh raja Abdul Aziz Alu Su’ud untuk meluaskan dakwah tauhid di negeri ini?!! Jika kalian tidak tahu, maka ingatlah firman Alloh berikut :
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya.” (Al-Israa’ : 36)
Oleh karena itu ana tantang kalian sekali lagi, wahai webmaster salafy.or.id, هاتوا برهانكم إن كنتم صادقين!!! (Berikan hujjah kalian jika kalian orang-orang yang benar)!!! Jika kalian tidak memberikan bayan dan hujjah, maka sungguh benar apa yang dikatakan oleh penyair :
وإذا الدعاوى لم تقم بدليلها بالنص فهي على السفاه دليل Jika para pendakwa tidak menopang dalilnya dengan hujjah Maka dia berada di atas selemah-lemahnya dalil
الدعاوى ما لم تقيم عليها بينة ابناءها ادعياء Para pendakwa yang tidak menopang dakwaannya dengan argumentasi Maka dia hanyalah para pendakwa belaka
Ataukah kalian hanya mengikuti dhonn (prasangka) belaka, ataukah qiila wa qoola (desas-desus) dari ustadz-ustadz kalian dan dengan serta merta kalian benarkan tanpa meminta bukti?!! Maka kami katakan pada kalian :
و من جعل الغراب له دليلا يمر به على جيف الكلاب Barangsiapa yang menjadikan burung gagak sebagai dalil Maka ia akan membawanya melewati bangkai-bangkai anjing
Dan webmaster salafy.or.id ini memang tidak punya dalil melainkan hanya berdalilkan dengan gagak-gagak pemakan bangkai, sehingga indera penciuman, pengelihatan, perasa dan peraba mereka telah menjadi rusak dikarenakan seringnya mereka melewati bangkai-bangkai anjing. Bahkan lebih dari itu, mereka memakan bangkai-bangkai anjing tersebut sehingga mereka tertular virus rabies, akibatnya mereka akan senantiasa menjulurkan lidahnya, menyebarkan air liur najisnya kesana kemari, menyebarkan bau busuknya dan akan menularkan virusnya kesana kemari. Na’am. dan virus rabies itu adalah manhaj dan karakter Haddadiyah. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada webmaster salafy.or.id agar mereka terhindar dari ‘virus’ ganas ini, yang akan mematikan hati dan tubuh penderitanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Malik Husain hafizhahullahu : “Sesungguhnya daging para ulama itu beracun dan hukum Alloh di terhadap para pencela ulama telah diketahui, maka barangsiapa yang berkata buruk terhadap ulama dan mencercanya, maka niscaya Alloh akan menimpakan kematian hatinya sebelum wafatnya. Kita memohon perlindungan dan keselamatan dari Alloh.” (Lihat Majalah al-Asholah, no. 31, tahun ke-6, hal. 43) Dan ingatlah firman Alloh berikut :
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al Ahzab : 58)
Wahai webmaster salafy.or.id, fahamilah nasehat ini!! Jika kalian belum juga faham, maka saya hanya bisa mengatakan :
علي نحت القفافي من معادنها و ما علي إن لم تفهم البقر Tugasku adalah mengukir bait-bait syair dari sumbernya Dan bukanlah tanggung jawabku apabila sapi itu tidak paham

Saturday, September 17, 2005

AL-FUSHAH BERBICARA TENTANG DIRINYA SENDIRI
Kalau kita membayangkan sekiranya Bahasa Arab ditanya tentang rahasia keberhasilannya menyebar dan unggul terhadap bahasa-bahasa negeri-negeri taklukan serta mengalahkan dan mengantikan posiainya, apakah gerangan yang akan dikatakannya?
Dia akan menjawab dengan fakta yang nyata yang tak tercemar oleh suatu apapun, dan dengan kebenaran yang jauh dan sikap fanatiame dan memutar balik kenyataan, seraya berkata: “Aku adalah wadah Islam, denganku kaum muslimin terdahulu berkeliling, ke timur, ke barat, ke utara dan ke selatan. Mereka berkata kepada orang yang di­bukakan hatinya untuk menerima Islam: Inilah Bahasa Agamamu yang layak engkau gunakan dalam percakapan, dan yang engkau latih lidahmu untuk dapat meng­ucapkannya, inilah Al fusha, tidak satupun selain aku yang menyandang gelar demikian”. Apabila ditanya lebih lanjut: Kenapa demikian?, maka dia akan menjawab: "Akulah Bahasa Al-Qur'an, denganku ia dapat dimengerti dan difahami, bukankah Yang Me­nurunkannya pernah berfirman: "Sesungguhnya kami me­nurunkannya berupa Al-Qur'an berbahasa Arab, agar kamu sekalian memahaminya" (QS. Yusuf: 3), juga firman-­Nya: "Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam Bahasa Arab untuk kaum yang mengerti" (QS. Fushilat: 3). Akulah bahasa yang digunakan seseorang ketika berdiri di hadapan Tuhannya saat shalat, bahkan adzan pun tak mungkin dikumandangkan tanpa menggunakan kata­kataku yang merdu dan jelas: Allahu Akbar, Allahu Akbar, ... la ilaha Illallah". Selanjutnya ia menambahkan dengan bercerita tentang faktor-faktor kemajuannya, juga tentang alasan negeri-­negeri taklukan memilih untuk mempergunakannya, yang timbul bukan hanya dari faktor-faktor eksternal saja, akan tetapi diaana ada beberapa faktor internal yang ada pada dirinya, ia berkata: “Akulah bahasa perasaan dan keindahan, tak satu pun bahasa selain aku mempunyai keiatimewaan aspek-aspek balaghah, seperti: isti'arah, kinayah, tamtsil, taqdim wa ta'khir, serta kesesuaian antara situasi dan kondisi. Akulah ratu kekayaan, siapa yang dapat menan­dingiku dalam hal banyaknya kata-kata sinonim, dan isytiqaq (pecahan kata)?, bahkan siapa yang mampu meniruku dalam hal keringanan dan kemudahanku?. Akulah satu-satunya bahasa yang di dalamnya tidak terdapat dua konsonan secara berurutan, adapun bahasa selain aku kadang dijumpai di dalamnya pertemuan tiga konsonan sekaligus secara berurutan”.[1] Apabila seseorang berkata: “Itu adalah perkataan seorang Arab yang fanatik kepadaku, terlalu berlebihan dalam mendudukanku”, maka aku akan menjawab: “Lihatlah apa yang dikatakan Ibnu Jinni tentang aku, niscaya engkau akan tahu kejujuran dan kebenaran perkataanku, ia berkata: Andaikan bangsa 'ajam (bangsa selain Arab) mengetahui rahasia karya bangsa_Arab dalam hal bahasa mereka, serta mengetahui kehalusan dan keteli­tiannya, niscaya mereka akan minta maaf atas pengakuan mereka akan bahasa yang mereka miliki, terlebih lagi atas pengakuan mereka akan keunggulan dan ketinggian deraj atnya”.[2] Ibnu Jinni juga berkata: “Kami pernah bertanya kepada salah seorang ahli Bahasa Arab yang berasal dari bangsa non-Arab, dia sudah terbiasa dengan bahasanya sebelum menguasai Bahasa Arab, tentang kondisi kedua bahasa tersebut, tidak mungkin dia akan menyamakan keduanya, bahkan hampir-hampir tidak dapat menerima pertanyaan tersebut; karena tidak pernah terlintas dalam pikirannya, dan juga karena dalam pendapat dan perasaannya terdapat pengakuan akan keunggulan kehalusan Bahasa Arab”. Lebih dari itu, coba tengok dan perhatikan perkatakan Ibnu Faris: “Tidak ada satu alasan bagi siapa saja yang membolehkan membaca Al-Qur'an dalam shalat dengan Bahasa Persia; karena hal itu adalah terjemahan yang tidak mengandung kemu'jizatan, Allah hanya menyuruh mem­baca Al-Qur'an yang berbahasa Arab yang tak terungguli”.[3] Itulah pengakuan bangsa non-Arab akan keunggulanku, yang lahir dari sikap netral dan ketelitian pemahaman mereka. maka wahai umat Islam, segeralah datang kepada­ku, lepaskanlah dahaga kalian dengan meneguk dari sumberku yang jernih dan lembut, itulah satu-satunya jalan menuju pemahaman Kitab Allah yang Mulia dan petunjuk Rasul-Nya yang agung shallalahu `alaihi wa sallam, secara benar dan lurus. Sebagai penutup, terimalah semua salamku, semoga Allah membalasmu dengan segala kebaikan, terimalah semua persembahanku yang luhur.
Akulah lautan, Menyimpan mutiara-mutiara yang tersembunyi Pernahkah engkau bertanya kepada para penyelam Tentang tiram-tiramku.*
Dinukil dari Majalah LIPIA, th.II, vol4, Ramadhan 1418/Januari 1998 M. [1] Ashlul Arob wa Lughotahum baina al-Haqo’iq wal Abathil, DR. Abdul Ghoffar Hamid Hilal, hjal. 64,84 dan 85. [2] Al-Khosho’ish (I/242, II/5). [3] Ash-Shohibi hal. 16,25,47.

حجية خبر الآحاد للعلامة المحدث عبدالمحسن العبًّاد KEHUJJAHAN KHOBAR AHAD Menurut al-Allamah Abdul Muhsin al-Abbad
بسم الله الرحمن الرحيم
قال فضيلة الشيخ العلامة المحدث عبدالمحسن بن حمد العبَّاد حفظه الله في الشريط الأول من سلسلة شرح سنن أبي داوود خلال تعريفه للسنة وبيانها وموقف المسلم منها قال مبيناً حجية خبر الآحاد: Fadhilatus Syaikh al-Allamah al-Muhaddits ‘Abdul Muhsin bin Hammad al-‘Abbad –hafizhahullahu- berkata di dalam kaset pertama dari Silsilah Syarh Sunan Abi Dawud (Bunga rampai penjelasan hadits-hadits Abu Dawud) tatkala menjelaskan definisi as-Sunnah, penjelasannya dan (bagaimana seharusnya) sikap seorang muslim terhadapnya, beliau berkata di dalam menjelaskan khobar Ahad : "ثم إن السنة حجة في جميع الأمور وليست حجة في شئ دون شئ لا المتواتر ولا الآحاد منها؛ كل ذلك حجة في العقائد وفي الأحكام وفي الأخلاق والآداب وغير ذلك، فأخبار الآحاد حجة؛ وقد جآءت النصوص الكثيرة الدالة على ذلك ومنها كون النبي صلى الله عليه وسلم يبعث الرجل ليُعلِّم الناس أمور دينهم ويجب على الذين يبعثه إليهم أن يأخذوا بما يأتيهم به في بيان العقائد والعبادات والمعاملات وما إلى ذلك . “Kemudian, sesungguhnya as-Sunnah itu merupakan hujjah bagi seluruh perkara, dan bukanlah (seperti pendapat mu’tazilah yang menyatakan, pent.) hujjah pada suatu bagian namun tidak menjadi hujjah pada bagian lainnya, tidak pula (pembagian) mutawatir dan tidak pula ahad termasuk sunnah. Keseluruhan (sunnah nabi) adalah hujjah, baik di dalam masalah I’tiqod (keyakinan), hukum, akhlak, adab ataupun selainnya. Maka dengan demikian khobar ahad merupakan hujjah, sebagaimana telah datang nash-nash yang banyak yang menunjukkan atas kehujjahannya, diantaranya adalah apa yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tatkala mengutus sahabat beliau dalam rangka mengajarkan manusia tentang perkara agamanya, sehingga wajib bagi mereka yang diutus padanya (utusan Nabi) untuk mengambil semua yang datang pada mereka baik yang merupakan penjelasan aqidah, ibadah, mu’amalah maupun selainnya. وقد أرسل النبي صلى الله عليه وسلم معاذ بن جبل إلى اليمن وقال له: (( إنك تأتي قوماً من أهل الكتاب فليكن أول ماتدعوهم إليهم شهادة ألاَّ إله إلا الله وأن محمداً رسول الله فإن هم أجابوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يومٍ وليلة فإن هم أجابوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقةً في أموالهم تؤخذ من أغنيائهم وترد في فقرائهم فإن هم أجابوك لذلك فإياك وكرائم أموالهم وإتقِ دعوة المظلوم فإنه ليس بينها وبين الله حجاب)). Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, dan beliau berpesan kepadanya : “Sesungguhnya engkau (wahai Mu’adz), akan mendatangi suatu kaum dari golongan ahlul kitab. Maka hendaklah yang kau seru terhadap mereka pertama kali adalah syahadat Laa ilaaha illa Allahu (persaksian tiada sesembahan yang HAQ untuk diibadahi melainkan hanya Allah semata) dan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Apabila mereka menerima seruanmu, maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka sholat lima waktu pada setiap hari dan malam. Apabila mereka telah menerima ajakanmu, maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka shodaqoh pada harta-harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada kaum fakir miskin di kalangan mereka. Apabila mereka menerima seruanmu maka hendaklah dirimu berhati-hati dari menyalahgunakan harta mereka, dan takutlah kamu dari do’a orang-orang yang teraniaya, karena sesungguhnya do’a mereka itu tidak memiliki penghalang antara diri mereka dengan Allah. فالنبي صلى الله عليه وسلم أرسل معاذاً إلى اليمن وأمره بتبليغ الناس أمور الدين وقامت الحجة عليهم بذلك في العبادات والمعاملات وفي العقائد؛ وأول شئ دعا إليه التوحيد وأول شئ دعا إليه العقيدة وما جآء عن الصحابة أنهم قالوا للنبي صلى الله عليه وسلم أنه فرد وأنه يحتاج إلى من يعززه وأنه لابد أن يكون عدد كبير! وما جآء عن الذين بُعث إليهم أن سألوا واستفسروا وقالوا هل يكفي أن نأخذ بما يأتي من طريقٍ واحد وأنه يحتاج الأمر إلى عدد! Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengutus Mu’adz ke Yaman dan memerintahkannya untuk menyampaikan Islam kepada manusia, dengan demikian hujjah telah tegak atas mereka baik dari segi ibadah, mu’amalah maupun aqidah. Dan yang pertama kali diserukan adalah tauhid dan aqidah, oleh karena itu tidak pernah ada seorang sahabat pun yang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bahwasanya diri beliau adalah sendirian (ahad) dan bahwasanya beliau butuh (orang-orang) yang memperkuat (sabda) beliau dan jumlahnya haruslah banyak! Tidak pernah ada ummat yang diutus pada mereka (utusan) mereka akan bertanya, meminta penjelasan dan berkata, apakah cukup kita mengambil yang ia (utusan) datangkan dari jalan yang tunggal (ahad) sedangkan ia memerlukan jumlah yang banyak (untuk menyampaikan) berita. وجآءت النصوص الكثيرة عن النبي صلى الله عليه وسلم دالة على الإكتفاء بخبر الواحد وأنه تقوم به الحجة ولا يلزم أن يكون الذي يُحتج به متواتراً وأن يكون في العقيدة من قبيل المتواتر وفي غيرها دون ذلك بل إن العقائد وغير العقائد والعبادات والمعاملات كلها طريقها واحد ، وإذا ثبت النص عن رسول الله عليه الصلاة والسلام ولو كان من قبيل الآحاد فإنه حجة في العقيدة والعبادة والعمل والعبادات والمعاملات". إهـ Banyak sekali teks-teks dalil dari Nabi Shollollohu ‘alaihi wa Sallam yang menunjukkan mencukupinya khobarul ahad dimana hujjah telah tegak dengannya. Tidaklah harus berhujjah hanya dengan mutawatir atau menjadikan permasalahan aqidah hanya dari khobar mutawatir namun jika selain aqidah boleh dengan selain (khobar mutawatir). Namun seluruh permasalahan aqidah dan selain aqidah, ibadah dan mu’amalah, seluruhnya dari jalan yang satu. Apabila telah tetap suatu teks dalil dari Rasulillah ‘alaihi Sholatu wa Salam meskipun dari jalur ahad, maka sesungguhnya ia adalah hujjah baik di dalam masalah aqidah, ibadah, amal, ibadah maupun mu’amalah. والله تعالى أعلم وصلى الله على عبده ورسوله محمداً وعلى آله وصحبه وسلم Dan Alloh yang Maha Tinggi lah yang lebih mengetahui. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad , kepada keluarga beliau dan para sahabatnya.
Ditranskrip oleh al-Ustadz Abu Yusuf al-Libi. Dialihbahasakan oleh Abu Salma al-Atsari