الدعوة السلفية : موقع أبو سلمي الأثري

Sunday, November 27, 2005

TAHDZIR SYAIKH YAHYA???
الحَمْدُ لِلَّهِ رَبّ العَالَمِين، وَالصَّلاةُ وَالسَّلامُ عَلى سَيِّدِ المُرْسَلِين _ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ _، وَعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِين، وَلا عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِين، وَالعَاقِبَةُ لِلمُتَّقِين. أَمَّا بَعْد:
Memenuhi permintaan beberapa ikhwan tentang beberapa masalah yang mengganjal dan membuat bingung sebagian ikhwan, mengenai ‘fatwa’ dan ‘tahdzir’(?) Syaikh Yahya al-hajuri hafizhahullahu kepada asatidzah salafiyah semisal al-Ustadz Abdul Hakim Abdat, al-Ustadz ‘Aunur Rafiq Ghufron, al-Ustadz Yazid Jawwas dan selain mereka hafizhahumullahu wa raghmun unufihim maka dengan izin Alloh Ta’ala –sesuai dengan kesanggupan yang kami miliki-, maka kami akan memberikan setetes jawaban dan klarifikasi yang mungkin :
لاَ يُسْمِنُ وَلاََ يُغْنِيْ مِنْ جُوْع (Tidaklah mengenyangkan dan tidak pula dapat menghilangkan dahaga),
namun sebagaimana kata pepatah :
مَا لاَ يُدْرَكُ كُلُّهُ لاِ يُتْرَكُ جُلُّهُ (Sesuatu yang tidak dapat diperoleh seluruhnya tidaklah ditinggalkan sebagiannya).
Ikhwaniy fiddin…
رَسْمِ دَارٍ وَقَفْتُ فِي طِلَلِهِ كِدْتُ أَقْضِي الحَيَاةَ مِنْ جَلَلِهِ Betapa banyak bekas-bekas rumah yang aku telah berhenti pada reruntuhannya Yang hampir saja umurku kuhabiskan hanya untuk itu Betapa sering pertanyaan-pertanyaan seperti ini telah menghabiskan waktu dan menyibukkan diri...
Ikhwaniy fiddin… Karena merupakan hak muslim dengan muslim lainnya adalah saling menasehati dan menetapi di dalam kebenaran, membela dan mencintai kebenaran dan para pemiliknya (ashhabul haq), maka merupakan kewajiban untuk menunjukkan kebenaran dan membelanya dari kezhaliman para pendengki yang terbakar oleh hasad, dengki, iri, ujub dan sikap-sikap keji lainnya… Sebelum menjawab kami katakan :
يَاابْنَ الكِرَامِ أَلا تَدْنُو فَتُبْصِرَ مَا قَدْ حَدَّثُواكَ فَمَا رَاءٍ كَمَنْ سَمِعَا Hai anak orang-orang yang mulia, tidakkah kau mendekat yang menyebabkan kamu dapat melihat tentang apa Yang mereka bicarakan mengenai dirimu, karena sesungguhnya orang yang melihat itu tidak sama dengan orang yang mendengar
Kami katakan, Syaikh Yahya al-Hajuri adalah termasuk ‘alimus salafiy di Yaman, khalifah (pengganti) Durrotul Yaman (Permata Yaman), Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’iy Taghommadahullahu birohmatihi. Beliau termasuk diantara orang-orang yang diwasiatkan oleh Syaikh Muqbil sebelum wafatnya untuk diambil ilmunya. Kami mencintai beliau sebagaimana kami mencintai masyaikh lainnya, tanpa ada sikap meremehkan ilmu beliau ataupun fanatik kepada beliau… Lantas bagaimana dengan ‘tahdzir’(?) Syaikh Yahya al-Hajuri kepada Ustadz Aunur Rafiq, Ustadz Abdul Hakim, Ustadz Yazid Jawwas dan selain mereka??? Maka kami katakan : Alhamdulillah, ini adalah nasehat bagi mereka hafizhahumullahu –sebagaimana mereka utarakan sendiri- dan bagi kami –para penuntut ilmu pemula-. Jika nasehat itu benar maka tak ada halangan untuk menerimanya namun jika nasehat itu tidak benar, maka yang haq lebih kami cintai untuk diikuti. Kami katakan, bahwa ucapan Syaikh Yahya al-Hajuri itu bukanlah tahdzir dan hukum terhadap mereka, dengan alasan sebagai berikut : Setelah kami baca naskah pertanyaan dan jawaban syaikh Yahya, maka jawaban syaikh Yahya adalah tidak salah, namun yang salah adalah pertanyaan dari penanya, karena penanya tidak bermaksud meminta hukum kepada Syaikh Yahya, namun penanya telah menghukumi terlebih dahulu kemudian melaporkan gambaran keadaan yang telah dihukumi tersebut kepada Syaikh. Sehingga jawaban yang diberikan adalah sebagaimana pertanyaan yang diajukan. Dalam hal ini, kami teringat sebuah riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam : Dari Ummi Salamah Radhiyallahu 'anha beliau berkata : Rasulullah Shollollohu 'alaihi wa Salam bersabda :
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ وَإِنَّكُمْ تَخْتَصِمُوْنَ إِلَيَّ وَلَعَلَّ بَعْضُكُمْ أَنْ يَكُوْنَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ وَأُقْضِي لَهُ عَلَى نَحْوِ مَا أَسْمَعُ فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ مَنَّا حَقَّ أَخِيهِ شَيئًا فَلا يَأْخُذْ فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ (رواه الخمسة)
Sesungguhnya aku hanyalah manusia, dan kalian mengadukan perselisihan kalian kepadaku. Bisa jadi sebagian dari kalian lebih mahir dalam mengemukakan hujjahnya dibandingkan lainnya sehingga aku putuskan baginya dengan apa yang aku dengar. Barangsiapa yang aku putuskan baginya dengan (mengambil) sesuatu dari hak saudaranya, maka hendaklah dia tidak mengambilnya karena sesungguhnya telah kupastikan baginya bagian dari api neraka.” (HR al-Khomsah). Hadits di atas menunjukkan bahwa, Nabi Shollollohu 'alaihi wa Salam sendiri menyatakan bahwa bisa jadi beliau di dalam menghukumi perselisihan di antara para sahabatnya beliau akan menghukumi dengan apa yang beliau dengar, padahal bisa jadi yang beliau dengar tidaklah sama dengan realitanya sehingga keputusan tersebut bisa jadi mengambil hak saudara muslim yang lain. Oleh karena itu beliau mengancam dengan siksa api neraka bagi seorang yang mengambil hak muslim lainnya di dalam meminta keputusan kepada beliau Shollollohu 'alaihi wa Salam. Ini Rasulullah… Lantas bagaimana dengan selain Rasulullah Shollollohu 'alaihi wa Salam yang tidak ma’shum?!! Oleh karena itu sungguh benar apa yang dinyatakan oleh para ulama, sebagaimana yang ditegaskan oleh ma’ali syaikh Sholih bin Abdil Aziz Alu Syaikh dalam Dhowabith wa Qowaidu al-Muslim fil Fitan, dimana beliau menjelaskan bahwa sikap yang selayaknya diambil oleh seorang muslim di dalam fitnah diantaranya adalah al-Hukmu far’un ‘ala tashowwurihi (Menghukumi itu cabang dari gambaran keadaannya realitanya). [Baca risalah ini dalam http://geocities.com/abu_amman/SikapMuslimDalamFitnah.htm] Sebagai contoh di sini adalah : Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkholi hafizhahullahu tatkala ditanya pada saat Dauroh di Depok beberapa tahun silam oleh salah seorang da’i, bolehkah seseorang bekerja mengajar di Ma’had yang dikelola oleh hizbiyah? Maka dengan tegas syaikh Muhammad menjawab akan ketidakbolehannya. Dengan serta merta, para du’at yang hadir saat itu langsung meminta salah seorang ustadz di Solo supaya berhenti mengajar di salah satu ponpes dan memintanya agar membubarkan TPA-nya yang mengasuh anak-anak kaum muslimin. Setelah berita ini sampai ke Syaikh Muhammad melalui al-Ustadz Muhammad Arifin Baderi hafizhahullahu, maka Syaikh Muhammad murka mendengarnya sembari berkata : “Semoga Alloh tidak memberikan amanah dakwah kepada orang-orang seperti mereka.” (lih : “Bahtera Dakwah Salafiyah di Indonesia” oleh Ustadz Muhammad Arifin Baderi, MA di http://geocities.com/abu_amman/Bahtera.htm dengan beberapa kesaksian lain dari thullabul ilmi di Madinah lainnya.) Bagaimana menurut antum, ketika ada seorang masyaikh yang nun jauh di sana, ditelpon oleh seorang dari negeri ini, menanyakan : Bagaimana menghadiri dauroh yang dilaksanakan oleh sururiyah hizbiyah?? Bagaimana hukum membaca dan menyebarkan majalah-majalah hizbiyah sururiyah?? Bagaimana hukum bekerja sama dengan hizbiyun sururiyun?? Tentulah mereka akan menjawab : Tidak Boleh!!! Ini adalah keniscayaan, dimana penanya telah menghukumi, melabeli dan menvonis lawannya dengan hizbi sururi dan semisalnya terlebih dahulu sedangkan masyaikh tersebut tidak mengetahui realita dan hakikat sebenarnya melainkan dari berita penanya tersebut. Maka sungguh benar perkataan seorang penyair :
فَمَا رَاءٍ كَمَنْ سَمِعَا
(Tidaklah sama antara orang yang melihat langsung dengan yang mendengar saja).
Terakhir kami katakan kepada para penyebar fitnah dan pendengki dari kaum ashoghir (bocah ingusan yang dangkal ilmu dan pemahamannya) : وَلَوْ لاَ احْتِقَارُ الأُسَدِ شَبَّهْتُهُمْ بِهَا وَلَكِنَّهَا مَعْدُودَةٌ فِيْ البَهَائِمِ Seandainya bukan penghinaan terhadap singa maka saya serupakan mereka dengannya Akan tetapi singa jarang didapat diantara binatang ternak
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَالِك لَمِنْ عَزْمِ الأُمُورِ
Dan orang-orang yang sabar dan memaafkan sesungguhnya yang demikian ini termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS Asy-Syura : 43) Allahul Muwaafiq

NB: Shaykh Husayn al-‘Awaayishah, Shaykh ‘Alee bin Hasan al-Halabee & Shaykh Muhammad Moosaa Aal Nasr will be attending the conference in person as opposed to the originally planned telelink!
Masjid al-Ghurabaa Presents… Increasing Faith with Repentance & Obedience Fri 25th, Sat 26th, Sun 27th November 2005 Invited Scholars: Shaykh ‘Alee bin Hasan al-Halabee Shaykh Muhammad Moosaa Aal Nasr Shaykh Husayn al-‘Awaayishah Shaykh Usaamah al-Qoosee Shaykh Hishaam al-‘Aarif Video link 1: The Kibaar al-Mashaayikh from the kingdom of Saudi Arabia Video link 2: Shaykh Saleem bin ‘Eed al-Hilaalee Tele links: Shaykh ‘Abdul-Maalik ar-Ramadaanee Shaykh ‘Abdullaah Ubaylaan Venue / Contact: The Islaamic Centre, Masjid al-Ghurabaa, 116 Bury Park Road, Luton, Bedfordshire, LU1 1HE, UK 01582 724647 (Office) 07951951141 (Abu Saifillaah) 07879472651 (Abu Rukaayah) info@calltoislam.com www.calltoislam.com Welcoming all brothers & sisters to Luton, UK Luton Conference Timetable (Preliminary Timetable and is Subject to Change) Friday 25th November 2005: 12:45pm – 1:30pm: Jumu’ah Khutbah Shaykh Muhammad Moosaa Aal Nasr 4:30pm – 5:00pm: Welcome to Masjid al-Ghurabaa Masjid al-Ghurabaa 5:00pm – 7:30pm: An Introduction to the conference Shaykh ‘Alee bin Hasan al-Halabee, Shaykh Muhammad Moosaa Aal Nasr, Shaykh Usaamah al-Qoosee, Shaykh Husayn al-‘Awaayishah & Shaykh Hishaam al-‘Aarif 8:15pm – 9:45pm: First Talk Shaykh ‘Alee bin Hasan al-Halabee Saturday 26th November 2005: 6:45am – 8:15pm: Second Talk Shaykh Husayn al-‘Awaayishah 10:30am – 12:00pm: Third Talk Shaykh Muhammad Moosaa Aal Nasr 3:00pm – 4:30pm: Fourth Talk Shaykh Usaamah al-Qoosee 5:00pm – 7:30pm: Fifth Talk Shaykh Hishaam al-‘Aarif 8:15pm – 9:45pm: Sixth Talk Sunday 27th November 2005: 6:45am – 8:15am: Seventh Talk Shaykh Muhammad Moosaa Aal Nasr 10:30am – 12:00pm: Eighth Talk (telelink) Shaykh Saleem al-Hilaalee 3:00pm – 4:30pm: Ninth Talk (telelink) Mashaayikh from the Kibaar-Ulamaa 5:30pm – 7:30pm: Tenth Talk Shaykh ‘Alee bin Hasan al-Halabee 8:15pm – 9:45pm: Eleventh Talk Shaykh Usaamah al-Qoosee

Tuesday, November 15, 2005

نصيحتي Nasehat singkat ‘tuk Al-Akh Abu Muhammad Abdurrahman Sarijan
أَعُوْذُ بِرَبِّ العَرْشِ العَظِيْمِ مِنْ فِئَةٍ بَغَتْ عَلَيَّ فَمَا لِيْ غَوْضُ إِلاَّ نَاصِرٌ
Aku berlindung kepada Rabb pemilik Arsy dari gangguan golongan yang berbuat aniaya kepada diriku, aku tiada memiliki penolong sedikitpun melainkan Ia. Alloh Ta’ala berfirman :
لاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَفْرَحُوْنَ بِمَآ أَتَوأ وَّيُحِبُّون أَن يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلاَ تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِّنَ العَذَابِ وَلَهُمْ عَذَبٌ عَلِيْمٌ
Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang mereka kerjakan dan mereka lakukan suka dipuji terhadap perbuatan yang belum pernah mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.” (Ali Imran : 188) Al-Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullahu di dalam kitabnya, Al-Farqu bayna an-Nashihah wa at-Ta’yir (Perbedaan antara menasehati dan mencela) hal 34-38 berkata berkenaan ayat ini : “Bahwa seseorang yang menghendaki mencela orang lain dan merendahkannya serta menyampaikan aibnya agar manusia menjauhi orang tersebut, entah disebabkan adanya permusuhan antara keduanya sehingga ia senang menyakitinya atau karena merasa takut tersaingi dalam hal harta atau kepemimpinan atau sebab-sebab tercela lainnya, maka tiada lain untuk mencapai maksudnya ini kecuali dengan menampakkan celaan terhadap orang tadi dengan alasan dien (agama)… Barangsiapa yang ditimpa oleh makar seperti ini, maka bertakwalah kepada Alloh, memohon pertolongan kepada-Nya dan bersabarlah, karena kemudahan yang baik itu bagi orang yang bertakwa.” Rasulullah Shollollohu 'alaihi wa Salam bersabda :
لاَ تُؤْذُوا المُسْلِمِيْنَ وَ لاَ تَتَّبِعُوا أَوْرَاتَهُم فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعُواهُ يَتَّبِعُ اللَّهُ أَوْرَتَهُ...
Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin dan jangan pula mencari-cari kekurangan mereka, Barangsiapa yang mencari-cari kesalahan orang lain kelak Alloh akan menyingkapkan kekurangannya…” (dishahihkan Imam Albani dalam Shohih al-Jami’ no. 7985). Kepada al-Akh Abu Muhammad, ingatlah…
مََا أَنْتَ الحَكَمِ التُرْضَى حُكُومَتُهُ وَلاَ الأَصِيلِ وَلاَ ذِي الرَأْيِ الجَدَلِ
Engkau bukanlah hakim yang dianggap keputusannya Bukan pula orang yang berketurunan tinggi lagi orang yang ahli dalam berdebat
إنَّ خَوْضَ المَرْءِ فِيمَا لاَ يَعْنِيْهِ وَفِرَارُهُ مِنَ الحَقِّ مِنْ أَسْبَابِ عِثَارِهِ
Sesungguhnya keterlibatan seseorang dalam hal yang bukan urusannya dan ia lari dari kebenaran adalah salah satu sebab kefrustrasiannya Ingatlah wahai Aba Muhammad…
قَوْمٌ إِذَ الشَّرُّ أَبْدَى نَاجِذَيْهِ لَهُمْ طَارُوا إِلَيْهِ زَرَفَاتٍ وَوُحْدَانٍ
Bila kejelekan menampakkan kedua taringnya pada suatu kaum maka mereka akan menyerangnya secara berkelompok dan sendiri-sendiri Dan kepada ucapan-ucapanmu terhadapku atau saudara-saudaraku, Diriku hanya mengingat ucapan al-Mutanabbi yang menasehatkan
اصْبِرْ عَلَى مَضَضٍ الحَسُوْدِ فَإِنَّ صَبْرَك قَاتِلْه النَّرُ تَأْكُلُ بَعْضُهَا إِنْ لَمْ تَجِدْ مَا تَأْكُلُهُ
Bersabarlah terhadap ulah orang yang dengki karena sesungguhnya kesabaran itulah yang memadamkannya Api itu akan memakan dirinya sendiri bila tiada ada yang dilahapnya
شِرَاءُ النُّفُوسِ بِالإِحْسَانِ خَيْرٌ مِنْ بَيْعِهَا بِالعُدوَانِ
Membeli jiwa dengan berbuat kebajikan itu lebih baik daripada menjualnya dengan permusuhan Sesungguhnya diriku yakin bahwa
لاَ يَضُرُّ السَحَابَ نُبَاحُ الكِلاَبِ
Gonggongan anjing-anjing itu tidak membahayakan awan Adapun terhadap dirimu, demikianlah yang layak kulakukan…
وَذِي رَحَمٍ قَلَّمْتُ أَظْفَارَ ضِغْنِهِ بِحِلْمِي عَنْهُ وَهُوَ لَيْسَ لَهُ حِلْمٌ
Aku potong kuku-kuku kedengkian kerabatku dengan kesabaranku padanya Sedangkan ia tidak memiliki kesabaran Wahai Aba Muhammad, tidakkah kau ingat nasehat ini
يَاابْنَ الكِرَامِ أَلا تَدْنُو فَتُبْصِرَ مَا قَدْ حَدَّثُواكَ فَمَا رَاءٍ كَمَنْ سَمِعَا
Hai anak orang-orang yang mulia, tidakkah kau mendekat yang menyebabkan kamu dapat melihat tentang apa yang mereka bicarakan mengenai dirimu, karena sesungguhnya orang yang melihat itu tidak sama dengan orang yang mendengar Namun, dirimu hanya mengucapkan
لاَ نَسَبَ اليَوْمَ وَلاَ خُلَّةً اتُّسَعَ الخَرْقُ عَلَى الرَّاقِعِ
Tidak ada nasab pada hari ini dan tidak pula hubungan persahabatan Perpecahan benar-benar telah melebar atas keretakan yang ada Namun ingatlah...
فَأَصْبَحْتَ أَنّى تَأْتِهَا تَسْتَجِرْ بِهَا تَجِدْ حَطَبًا جَزِلاً وَنَارًا تَأجَّجَا
Manakala engkau mendatanginya untuk memenuhinya dengan kayu api Maka engkau akan menemukan banyak api yang menyala terus Adapun diriku, cukuplah nasehat Imam asy-Syafi’i rahimahullahu ini bagiku
قَالُوا سَكَتَّ وَ قَدْ خُوْصِمْتَ قُلْتُ لَهُمْ إِنَّ الجَوَابَ شَرِّ المِفْتَاحُ وَالصُّمْتُ عَنْ جَاهِلٍ أَوْ أَحْمَقٍ شَرَفٌ وَفِيهِ أَيْضًا لِصَوْنِ العِرْضِ إصْلاَحُ
Mereka berkata, mengapa engkau diam padahal engkau dihujat, kukatakan pada mereka Sesungguhnya jawabanku nanti akan membuka pintu kerusakan Dan diamku dari orang jahil dan pandir adalah suatu kemuliaan Dan di dalam diam itu pula terdapat kebaikan untuk terpeliharanya kebaikan
وَجَدْتُ سُكُوْتِي مَتْجَرًا فَلَزِمْتُهُ إذَ لَمْ أَجِدْ رِبْحًا فَلَسْتُ بِخَاصِرِ
Kutemukan dalam sikap diamku modal dasar maka kulazimi diamku Meski ku tak dapat keuntungan namun ku tak rugi darinya Dan sungguh indah apa yang dilontarkan oleh Imam an-Nawawi rahimahullahu
إِنَّ لِلَّهِ عِبَادً فُطَنَا طَلَّقُوا الدُّنْيَ وَخَافُوا الفِتَنَا نَظَرُوا فِيهَا فَلَمَّا عَلِمُوا أَنَّهَا لَيْسَتْ لِحبٍّ وَطّنَا جَعَلُوهَا لُجَّةً وَاتَّخَذُوا صَالِحَ الأَعْمَالِ فِيهَا سُفُنَا
Sesungguhnya Alloh memiliki hamba-hamba yang cerdik Mereka ceraikan dunia dan takut akan fitnah Mereka renungkan dan ketiku itu mereka mengertilah Bahwa dunia bukanlah tempat tinggal ‘tuk hidup abadi Mereka jadikan dunia bagaikan samudera Dan mereka jadikan amal sholih sebagai bahteranya Telah benar Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang berfirman :
لا يُحِبُّ اللَّهُ الجَهْرَ بِالسُّوء مِنَ القَوْلِ إِلاَّ مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيْعًا عَلِيْمًا (النساء)
Alloh tidak menyukai ucapan buruk yang diucapkan dengan terang-terangan kecuali oleh orang-orang yang dianiaya. Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS An-Nisaa’ : 148)
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَالِك لَمِنْ عَزْمِ الأُمُورِ (الشورى)
Akan tetapi, orang-orang yang sabar dan memaafkan sesungguhnya yang demikian ini termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS Asy-Syura : 43)
Akhukum Abu Salma al-Atsari