الدعوة السلفية : موقع أبو سلمي الأثري

Saturday, September 17, 2005

AL-FUSHAH BERBICARA TENTANG DIRINYA SENDIRI
Kalau kita membayangkan sekiranya Bahasa Arab ditanya tentang rahasia keberhasilannya menyebar dan unggul terhadap bahasa-bahasa negeri-negeri taklukan serta mengalahkan dan mengantikan posiainya, apakah gerangan yang akan dikatakannya?
Dia akan menjawab dengan fakta yang nyata yang tak tercemar oleh suatu apapun, dan dengan kebenaran yang jauh dan sikap fanatiame dan memutar balik kenyataan, seraya berkata: “Aku adalah wadah Islam, denganku kaum muslimin terdahulu berkeliling, ke timur, ke barat, ke utara dan ke selatan. Mereka berkata kepada orang yang di­bukakan hatinya untuk menerima Islam: Inilah Bahasa Agamamu yang layak engkau gunakan dalam percakapan, dan yang engkau latih lidahmu untuk dapat meng­ucapkannya, inilah Al fusha, tidak satupun selain aku yang menyandang gelar demikian”. Apabila ditanya lebih lanjut: Kenapa demikian?, maka dia akan menjawab: "Akulah Bahasa Al-Qur'an, denganku ia dapat dimengerti dan difahami, bukankah Yang Me­nurunkannya pernah berfirman: "Sesungguhnya kami me­nurunkannya berupa Al-Qur'an berbahasa Arab, agar kamu sekalian memahaminya" (QS. Yusuf: 3), juga firman-­Nya: "Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam Bahasa Arab untuk kaum yang mengerti" (QS. Fushilat: 3). Akulah bahasa yang digunakan seseorang ketika berdiri di hadapan Tuhannya saat shalat, bahkan adzan pun tak mungkin dikumandangkan tanpa menggunakan kata­kataku yang merdu dan jelas: Allahu Akbar, Allahu Akbar, ... la ilaha Illallah". Selanjutnya ia menambahkan dengan bercerita tentang faktor-faktor kemajuannya, juga tentang alasan negeri-­negeri taklukan memilih untuk mempergunakannya, yang timbul bukan hanya dari faktor-faktor eksternal saja, akan tetapi diaana ada beberapa faktor internal yang ada pada dirinya, ia berkata: “Akulah bahasa perasaan dan keindahan, tak satu pun bahasa selain aku mempunyai keiatimewaan aspek-aspek balaghah, seperti: isti'arah, kinayah, tamtsil, taqdim wa ta'khir, serta kesesuaian antara situasi dan kondisi. Akulah ratu kekayaan, siapa yang dapat menan­dingiku dalam hal banyaknya kata-kata sinonim, dan isytiqaq (pecahan kata)?, bahkan siapa yang mampu meniruku dalam hal keringanan dan kemudahanku?. Akulah satu-satunya bahasa yang di dalamnya tidak terdapat dua konsonan secara berurutan, adapun bahasa selain aku kadang dijumpai di dalamnya pertemuan tiga konsonan sekaligus secara berurutan”.[1] Apabila seseorang berkata: “Itu adalah perkataan seorang Arab yang fanatik kepadaku, terlalu berlebihan dalam mendudukanku”, maka aku akan menjawab: “Lihatlah apa yang dikatakan Ibnu Jinni tentang aku, niscaya engkau akan tahu kejujuran dan kebenaran perkataanku, ia berkata: Andaikan bangsa 'ajam (bangsa selain Arab) mengetahui rahasia karya bangsa_Arab dalam hal bahasa mereka, serta mengetahui kehalusan dan keteli­tiannya, niscaya mereka akan minta maaf atas pengakuan mereka akan bahasa yang mereka miliki, terlebih lagi atas pengakuan mereka akan keunggulan dan ketinggian deraj atnya”.[2] Ibnu Jinni juga berkata: “Kami pernah bertanya kepada salah seorang ahli Bahasa Arab yang berasal dari bangsa non-Arab, dia sudah terbiasa dengan bahasanya sebelum menguasai Bahasa Arab, tentang kondisi kedua bahasa tersebut, tidak mungkin dia akan menyamakan keduanya, bahkan hampir-hampir tidak dapat menerima pertanyaan tersebut; karena tidak pernah terlintas dalam pikirannya, dan juga karena dalam pendapat dan perasaannya terdapat pengakuan akan keunggulan kehalusan Bahasa Arab”. Lebih dari itu, coba tengok dan perhatikan perkatakan Ibnu Faris: “Tidak ada satu alasan bagi siapa saja yang membolehkan membaca Al-Qur'an dalam shalat dengan Bahasa Persia; karena hal itu adalah terjemahan yang tidak mengandung kemu'jizatan, Allah hanya menyuruh mem­baca Al-Qur'an yang berbahasa Arab yang tak terungguli”.[3] Itulah pengakuan bangsa non-Arab akan keunggulanku, yang lahir dari sikap netral dan ketelitian pemahaman mereka. maka wahai umat Islam, segeralah datang kepada­ku, lepaskanlah dahaga kalian dengan meneguk dari sumberku yang jernih dan lembut, itulah satu-satunya jalan menuju pemahaman Kitab Allah yang Mulia dan petunjuk Rasul-Nya yang agung shallalahu `alaihi wa sallam, secara benar dan lurus. Sebagai penutup, terimalah semua salamku, semoga Allah membalasmu dengan segala kebaikan, terimalah semua persembahanku yang luhur.
Akulah lautan, Menyimpan mutiara-mutiara yang tersembunyi Pernahkah engkau bertanya kepada para penyelam Tentang tiram-tiramku.*
Dinukil dari Majalah LIPIA, th.II, vol4, Ramadhan 1418/Januari 1998 M. [1] Ashlul Arob wa Lughotahum baina al-Haqo’iq wal Abathil, DR. Abdul Ghoffar Hamid Hilal, hjal. 64,84 dan 85. [2] Al-Khosho’ish (I/242, II/5). [3] Ash-Shohibi hal. 16,25,47.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home