TAHDZIR SYAIKH YAHYA???
الحَمْدُ لِلَّهِ رَبّ العَالَمِين، وَالصَّلاةُ وَالسَّلامُ عَلى سَيِّدِ المُرْسَلِين _ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ _، وَعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِين، وَلا عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِين، وَالعَاقِبَةُ لِلمُتَّقِين. أَمَّا بَعْد:
Memenuhi permintaan beberapa ikhwan tentang beberapa masalah yang mengganjal dan membuat bingung sebagian ikhwan, mengenai ‘fatwa’ dan ‘tahdzir’(?) Syaikh Yahya al-hajuri hafizhahullahu kepada asatidzah salafiyah semisal al-Ustadz Abdul Hakim Abdat, al-Ustadz ‘Aunur Rafiq Ghufron, al-Ustadz Yazid Jawwas dan selain mereka hafizhahumullahu wa raghmun unufihim maka dengan izin Alloh Ta’ala –sesuai dengan kesanggupan yang kami miliki-, maka kami akan memberikan setetes jawaban dan klarifikasi yang mungkin :
لاَ يُسْمِنُ وَلاََ يُغْنِيْ مِنْ جُوْع
(Tidaklah mengenyangkan dan tidak pula dapat menghilangkan dahaga),
namun sebagaimana kata pepatah :
مَا لاَ يُدْرَكُ كُلُّهُ لاِ يُتْرَكُ جُلُّهُ
(Sesuatu yang tidak dapat diperoleh seluruhnya tidaklah ditinggalkan sebagiannya).
Ikhwaniy fiddin…
رَسْمِ دَارٍ وَقَفْتُ فِي طِلَلِهِ كِدْتُ أَقْضِي الحَيَاةَ مِنْ جَلَلِهِ
Betapa banyak bekas-bekas rumah yang aku telah berhenti pada reruntuhannya
Yang hampir saja umurku kuhabiskan hanya untuk itu
Betapa sering pertanyaan-pertanyaan seperti ini telah menghabiskan waktu dan menyibukkan diri...
Ikhwaniy fiddin…
Karena merupakan hak muslim dengan muslim lainnya adalah saling menasehati dan menetapi di dalam kebenaran, membela dan mencintai kebenaran dan para pemiliknya (ashhabul haq), maka merupakan kewajiban untuk menunjukkan kebenaran dan membelanya dari kezhaliman para pendengki yang terbakar oleh hasad, dengki, iri, ujub dan sikap-sikap keji lainnya…
Sebelum menjawab kami katakan :
يَاابْنَ الكِرَامِ أَلا تَدْنُو فَتُبْصِرَ مَا قَدْ حَدَّثُواكَ فَمَا رَاءٍ كَمَنْ سَمِعَا
Hai anak orang-orang yang mulia, tidakkah kau mendekat yang menyebabkan kamu dapat melihat tentang apa
Yang mereka bicarakan mengenai dirimu, karena sesungguhnya orang yang melihat itu tidak sama dengan orang yang mendengar
Kami katakan, Syaikh Yahya al-Hajuri adalah termasuk ‘alimus salafiy di Yaman, khalifah (pengganti) Durrotul Yaman (Permata Yaman), Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’iy Taghommadahullahu birohmatihi. Beliau termasuk diantara orang-orang yang diwasiatkan oleh Syaikh Muqbil sebelum wafatnya untuk diambil ilmunya. Kami mencintai beliau sebagaimana kami mencintai masyaikh lainnya, tanpa ada sikap meremehkan ilmu beliau ataupun fanatik kepada beliau…
Lantas bagaimana dengan ‘tahdzir’(?) Syaikh Yahya al-Hajuri kepada Ustadz Aunur Rafiq, Ustadz Abdul Hakim, Ustadz Yazid Jawwas dan selain mereka???
Maka kami katakan : Alhamdulillah, ini adalah nasehat bagi mereka hafizhahumullahu –sebagaimana mereka utarakan sendiri- dan bagi kami –para penuntut ilmu pemula-. Jika nasehat itu benar maka tak ada halangan untuk menerimanya namun jika nasehat itu tidak benar, maka yang haq lebih kami cintai untuk diikuti.
Kami katakan, bahwa ucapan Syaikh Yahya al-Hajuri itu bukanlah tahdzir dan hukum terhadap mereka, dengan alasan sebagai berikut :
Setelah kami baca naskah pertanyaan dan jawaban syaikh Yahya, maka jawaban syaikh Yahya adalah tidak salah, namun yang salah adalah pertanyaan dari penanya, karena penanya tidak bermaksud meminta hukum kepada Syaikh Yahya, namun penanya telah menghukumi terlebih dahulu kemudian melaporkan gambaran keadaan yang telah dihukumi tersebut kepada Syaikh. Sehingga jawaban yang diberikan adalah sebagaimana pertanyaan yang diajukan. Dalam hal ini, kami teringat sebuah riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam :
Dari Ummi Salamah Radhiyallahu 'anha beliau berkata : Rasulullah Shollollohu 'alaihi wa Salam bersabda :
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ وَإِنَّكُمْ تَخْتَصِمُوْنَ إِلَيَّ وَلَعَلَّ بَعْضُكُمْ أَنْ يَكُوْنَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ وَأُقْضِي لَهُ عَلَى نَحْوِ مَا أَسْمَعُ فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ مَنَّا حَقَّ أَخِيهِ شَيئًا فَلا يَأْخُذْ فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ (رواه الخمسة)
“Sesungguhnya aku hanyalah manusia, dan kalian mengadukan perselisihan kalian kepadaku. Bisa jadi sebagian dari kalian lebih mahir dalam mengemukakan hujjahnya dibandingkan lainnya sehingga aku putuskan baginya dengan apa yang aku dengar. Barangsiapa yang aku putuskan baginya dengan (mengambil) sesuatu dari hak saudaranya, maka hendaklah dia tidak mengambilnya karena sesungguhnya telah kupastikan baginya bagian dari api neraka.” (HR al-Khomsah).
Hadits di atas menunjukkan bahwa, Nabi Shollollohu 'alaihi wa Salam sendiri menyatakan bahwa bisa jadi beliau di dalam menghukumi perselisihan di antara para sahabatnya beliau akan menghukumi dengan apa yang beliau dengar, padahal bisa jadi yang beliau dengar tidaklah sama dengan realitanya sehingga keputusan tersebut bisa jadi mengambil hak saudara muslim yang lain. Oleh karena itu beliau mengancam dengan siksa api neraka bagi seorang yang mengambil hak muslim lainnya di dalam meminta keputusan kepada beliau Shollollohu 'alaihi wa Salam.
Ini Rasulullah… Lantas bagaimana dengan selain Rasulullah Shollollohu 'alaihi wa Salam yang tidak ma’shum?!!
Oleh karena itu sungguh benar apa yang dinyatakan oleh para ulama, sebagaimana yang ditegaskan oleh ma’ali syaikh Sholih bin Abdil Aziz Alu Syaikh dalam Dhowabith wa Qowaidu al-Muslim fil Fitan, dimana beliau menjelaskan bahwa sikap yang selayaknya diambil oleh seorang muslim di dalam fitnah diantaranya adalah al-Hukmu far’un ‘ala tashowwurihi (Menghukumi itu cabang dari gambaran keadaannya realitanya). [Baca risalah ini dalam http://geocities.com/abu_amman/SikapMuslimDalamFitnah.htm]
Sebagai contoh di sini adalah : Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkholi hafizhahullahu tatkala ditanya pada saat Dauroh di Depok beberapa tahun silam oleh salah seorang da’i, bolehkah seseorang bekerja mengajar di Ma’had yang dikelola oleh hizbiyah? Maka dengan tegas syaikh Muhammad menjawab akan ketidakbolehannya. Dengan serta merta, para du’at yang hadir saat itu langsung meminta salah seorang ustadz di Solo supaya berhenti mengajar di salah satu ponpes dan memintanya agar membubarkan TPA-nya yang mengasuh anak-anak kaum muslimin.
Setelah berita ini sampai ke Syaikh Muhammad melalui al-Ustadz Muhammad Arifin Baderi hafizhahullahu, maka Syaikh Muhammad murka mendengarnya sembari berkata : “Semoga Alloh tidak memberikan amanah dakwah kepada orang-orang seperti mereka.” (lih : “Bahtera Dakwah Salafiyah di Indonesia” oleh Ustadz Muhammad Arifin Baderi, MA di http://geocities.com/abu_amman/Bahtera.htm dengan beberapa kesaksian lain dari thullabul ilmi di Madinah lainnya.)
Bagaimana menurut antum, ketika ada seorang masyaikh yang nun jauh di sana, ditelpon oleh seorang dari negeri ini, menanyakan : Bagaimana menghadiri dauroh yang dilaksanakan oleh sururiyah hizbiyah?? Bagaimana hukum membaca dan menyebarkan majalah-majalah hizbiyah sururiyah?? Bagaimana hukum bekerja sama dengan hizbiyun sururiyun?? Tentulah mereka akan menjawab : Tidak Boleh!!! Ini adalah keniscayaan, dimana penanya telah menghukumi, melabeli dan menvonis lawannya dengan hizbi sururi dan semisalnya terlebih dahulu sedangkan masyaikh tersebut tidak mengetahui realita dan hakikat sebenarnya melainkan dari berita penanya tersebut. Maka sungguh benar perkataan seorang penyair :
فَمَا رَاءٍ كَمَنْ سَمِعَا
(Tidaklah sama antara orang yang melihat langsung dengan yang mendengar saja).
Terakhir kami katakan kepada para penyebar fitnah dan pendengki dari kaum ashoghir (bocah ingusan yang dangkal ilmu dan pemahamannya) :
وَلَوْ لاَ احْتِقَارُ الأُسَدِ شَبَّهْتُهُمْ بِهَا وَلَكِنَّهَا مَعْدُودَةٌ فِيْ البَهَائِمِ
Seandainya bukan penghinaan terhadap singa maka saya serupakan mereka dengannya
Akan tetapi singa jarang didapat diantara binatang ternak
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَالِك لَمِنْ عَزْمِ الأُمُورِ
“Dan orang-orang yang sabar dan memaafkan sesungguhnya yang demikian ini termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS Asy-Syura : 43)
Allahul Muwaafiq
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home